Pakar soroti perjanjian ekstradisi, perkuat bilateral dengan Singapura

Profesor Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, menekankan pentingnya implementasi perjanjian ekstradisi sebagai salah satu langkah untuk memperkuat hubungan bilateral dengan Singapura yang tahun ini memasuki usia ke-58.

Rezasyah menjelaskan bahwa kerja sama ekstradisi sulit diterapkan karena pemerintah Singapura mensyaratkan mekanisme yang sangat rinci serta berkekuatan hukum. Namun, menurutnya, hal tersebut justru perlu diperhatikan pemerintah Indonesia demi menjamin kepastian hukum.

“Ini adalah hal yang baik yang Indonesia perlu perhatikan. Sehingga tidak dengan mudahnya mengasumsikan Singapura sebagai surga pelaku kejahatan ekonomi,” ujar Rezasyah saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.

Ia mencatat adanya komitmen antara pemerintah Indonesia dan Singapura untuk mengimplementasikan perjanjian ekstradisi. Namun, Rezasyah memperkirakan Singapura akan mensyaratkan bentuk kerja sama lain sebagai prasyarat implementasi perjanjian tersebut.

Salah satu yang disorotnya adalah kerja sama di bidang pertahanan dan keamanan, khususnya melalui kesepakatan Flight Information Regional (FIR), yaitu perjanjian pengelolaan ruang udara di wilayah tertentu oleh suatu negara demi menjaga keselamatan serta efisiensi lalu lintas udara.

“Diperkirakan Singapura tidak akan menjadikan perjanjian ekstradisi ini berdiri sendiri, melainkan akan dikaitkan dengan kerja sama pertahanan dan keamanan. Misalnya, penggunaan ruang udara Indonesia untuk penerbangan,” jelasnya.

Sebelumnya, Indonesia dan Singapura telah memiliki kesepakatan terkait pengelolaan FIR, di mana ruang udara di wilayah Natuna, Kepulauan Riau, berada di bawah kendali Singapura. Namun, pada 2022, kedua negara menandatangani perjanjian baru yang memberi kesempatan bagi Indonesia untuk kembali mengelola ruang udara di wilayah kedaulatannya sendiri.

Dalam kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Singapura pada Juni lalu, Kepala Negara bertemu dengan Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong di Parliament House.

Belasan nota kesepahaman dipertukarkan, sebagian diumumkan dalam pertemuan itu. Salah satunya mencakup implementasi perjanjian ekstradisi serta kesepakatan FIR berupa penempatan personel sipil dan militer di Singapore Air Traffic Control Center (SATCC).

Terkait implementasi perjanjian ekstradisi, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menyatakan optimistis perjanjian tersebut dapat berjalan, termasuk dalam kasus ekstradisi buron korupsi Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin yang hingga kini menolak dipulangkan ke Indonesia.

Paulus Tannos merupakan buron kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) yang ditangani KPK RI. Ia masuk daftar pencarian orang sejak 19 Oktober 2021.

Pada 17 Januari 2025, Tannos ditangkap oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), lembaga yang memiliki kewenangan menangani tindak pidana korupsi di Singapura.

Kemudian, pada 22 Februari 2025, Pemerintah Indonesia secara resmi mengajukan permintaan ekstradisi terhadap Tannos kepada Singapura. Proses ini menjadi kasus pertama setelah kedua negara menandatangani perjanjian ekstradisi.

slot88