
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) buka suara terkait skema coordination of benefit (COB) asuransi kesehatan komersil dengan BPJS Kesehatan. Menurutnya, program tersebut merupakan inisiatif dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui putusan Menkes pada tahun 2024.
“Skema tersebut diatur batasan 200 persen maksimal dari tarif ina, dengan 20 persen dijamin BPJS dan 120 persen ditanggung oleh asuransi komersial. Jadi asuransi BPJS di layar pertama, lalu asuransi swasta lebih lanjut,” ungkap Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, dalam konferensi pers acara PTIJK, Selasa (11/2/2025).
Selanjutnya, OJK akan mengeluarkan aturan (POJK) di asuransi kesehatan. Dalam aturan tersebut juga akan diinformasikan mengenai mekanisme kerja sama CoB antara perusahaan asuransi dan BPJS Kesehatan.
“BPJS Kesehatan jadi penjamin utama pembayaran klaim terlebih dahulu hingga batas manfaat ketentuan berlaku, selanjutnya nanti asuransi baru akan melanjutkan pembayaran berdasarkan ketentuan polis. Diharapkan, CoB bisa klaim di asuransi kesehatan,” ungkap Ogi.
Diketahui, inflasi medis terus melejit pasca-pandemi Covid-19, dengan kenaikan 18% hingga 20%. Bahkan, perusahaan asuransi jiwa kini terpaksa ‘menombok’ pembayaran klaim asuransi kesehatan karena kenaikan inflasi medis membawa defisit rasio antara klaim dengan premi terkumpul.
Perusahaan asuransi jiwa telah membayarkan klaim kesehatan sebesar Rp11,83 triliun per semester I-2024. Ketua Bidang Literasi & Perlindungan Konsumen Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Freddy Thamrin mengatakan rasio klaim asuransi kesehatan sudah lebih besar dari premi yang diterima. Nilainya mencapai lebih dari 100%, tepatnya 105,7%.
Dengan kata lain, perusahaan asuransi lebih banyak mengeluarkan uang untuk membayar klaim kesehatan nasabahnya, dibanding dengan menerima uang pembayaran premi asuransi dari pemegang polis.