Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto mengungkapkan Revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM) akan segera rampung.
Di dalam revisi aturan ini, nantinya akan diatur mengenai spesifikasi mobil yang berhak membeli Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite. Mengingat, selama ini penyaluran BBM jenis Pertalite masih belum tepat sasaran.
“Perpres 191 kita sedang lihat dan kita laporkan Pak Presiden,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di kantornya, Jakarta, dikutip Jumat (26/7/2024).
Sebelumnya, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, Menko Perekonomian telah menggelar rapat koordinasi terbatas atau rakortas terkait finalisasi revisi Perpres itu dengan menteri-menteri terkait, pekan lalu.
Dalam rakortas itu, Susiwijono menekankan, telah ada kesepakatan bahwa Perpres 191 tidak akan mencantumkan pembatasan penyaluran BBM bersubsidi, termasuk tentang kenaikan harganya. Ia mengatakan, yang akan ditetapkan hanya terkait pengaturan kembali mekanisme teknis penyalurannya supaya tepat sasaran.
“Mudah-mudahan minggu ini selesai. Kemarin sudah di rakortaskan Menteri, mendetilkan mengenai teknisnya. Tidak ada kenaikan harga BBM, juga tidak ada pembatasan,” ucap Susiwijono.
“Intinya pengaturan kembali supaya tepat sasaran yang di pertanian seperti apa, yang di solar seperti apa, keputusanannya sudah jelas. Nanti tinggal di rakor teknisnya. Jadi ini pengaturan target kendaraannya yang mana yang boleh pakai. Kalau pelat hitam yang mana, pelat kuning yang mana. Jadi lebih supaya tepat sasaran, harus ada targetnya,” tegasnya.
Melalui Peraturan Menteri
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengungkapkan aturan pembatasan BBM jenis Pertalite semula direncanakan akan tertuang di dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 tahun 2014.
Namun di dalam perjalannya, pemerintah kemungkinan tidak akan melanjutkan proses revisi Perpres tersebut dan menggantinya dengan aturan berupa Peraturan Menteri ESDM. Meski begitu, Dadan tidak menjelaskan secara rinci Permen yang dimaksud.
“Untuk supaya implementasi lebih cepat, Jadi revisi perpresnya mungkin tidak jadi Pak. Tapi yang dilakukan adalah revisi permen. Jadi nanti menjadi permen ESDM yang akan jadi implementasi. Tapi ini masalah mekanisme saja Pak, substansinya sama di situ. Kami akan lakukan seperti itu,” kata Dadan dalam acara coffee morning CNBC Indonesia, dikutip Jumat (25/7/2024).
Sebagaimana diketahui, di dalam draf revisi Perpres 191 sebelumnya, salah satu kriteria pembatasan yang diusulkan yakni berdasarkan kapasitas mesin mobil, di mana untuk mobil di bawah 1.400 cubicle centimeter (cc) dan untuk motor di bawah 250 cc. Artinya, mobil dan motor yang tidak memenuhi kriteria tersebut tidak diperbolehkan menenggak BBM subsidi.
Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi mengatakan saat ini pemerintah masih terus melakukan kajian terkait kendaraan yang berhak mengkonsumsi BBM jenis Pertalite.
Menurut Agus, kendaraan yang berhak mengkonsumsi BBM jenis Pertalite nantinya tidak hanya mengacu pada spesifikasi mobil berdasarkan cubicle centimeter (cc) mesin. Namun lebih kepada siapa pengguna dari mobil tersebut.
“Yang pertama adalah, data dasarnya adalah siapa sih pengguna. Pengguna yang layak dilindungi. Yang paling dasar adalah kendaraan-kendaraan kan kendaraan umum. Untuk yang kendaraan masyarakat menengah sama,” ujar Agus saat ditemui di gedung Kementerian ESDM, dikutip Jumat (12/7/2024).
Agus menyebut kendaraan umum seperti taxi online nantinya masih akan masuk dalam kategori yang berhak mengkonsumsi Pertalite. Hanya saja, hal itu tidak berlaku bagi taksi online seperti Silverbird yang masuk ke dalam kategori mewah atau premium. “Itu nggak masuk taksi online. Maksudnya yang kelas biasa (dapat). Kalau lux ya enggak,” kata dia.