
Pakar produk industri dan otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu mengatakan pengaturan atau regulasi mengenai hilirisasi hingga investasi perlu berjalan bersamaan dengan peningkatan mutu sumber daya manusia (SDM) demi dunia industri yang lebih maju.
“Pemerintah sedang berupaya untuk mendorong industri manufaktur dan hilirisasi di Indonesia melalui kebijakan hilirisasi, investasi, infrastruktur, (bersama dengan) peningkatan mutu SDM (seperti) yang dibutuhkan APM (agen pemegang merek otomotif) dan industri komponennya. Realisasinya (dari kebijakan inilah) yang kita tunggu,” kata Yannes saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.
Lebih lanjut, Yannes mengatakan hilirisasi menjadi strategi pengolahan bahan mentah menjadi sebanyak-banyaknya produk akhir bernilai tambah tinggi.
Hal ini ia sebut bisa lebih optimal ditambah dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang dipacu untuk memastikan berdirinya industri bagian pendukung (parts) sektor manufaktur termasuk otomotif, yang meliputi pabrikan mobil atau perakitan di dalam negeri.
“Ini dapat menyerap sebanyak-banyaknya tenaga kerja. Semua ini menjadi fokus pemerintah untuk meningkatkan nilai ekonomi, daya saing global dan penciptaan lapangan kerja,” ujar Yannes yang juga anggota Aliansi Desainer Produk Industri Indonesia (ADPII) itu.
Di sisi lain, saat ditanya mengenai proyeksi penjualan mobil domestik tahun ini, Yannes memperkirakan terjadi sedikit tekanan menyusul sejumlah tantangan.
“Proyeksi penurunan hingga di bawah 700 ribu unit tampaknya, apalagi kurs dolar AS sempat naik,” kata dia.
Selain itu, tantangan lainnya adalah penurunan jumlah kelas menengah yang ia nilai merupakan pasar terbesar mobil murah ramah lingkungan (LCGC). Penjualan 57,33 juta unit LCGC pada tahun 2019 turun menjadi 47,85 juta pada 2024.
“(Dari data ini) terlihat telah ada menurunnya daya beli secara signifikan. Konsumen jelas cenderung menunda pembelian kendaraan baru, terutama karena tingginya suku bunga kredit, penurunan daya beli akibat inflasi, kenaikan suku bunga, dan ketatnya persyaratan pembiayaan,” ujar Yannes.
Soal insentif pemerintah, ia mengatakan negara telah menunjukkan komitmen untuk mendukung industri otomotif, terutama melalui insentif fiskal untuk kendaraan ramah lingkungan.
“Tapi, kondisi keuangan negara yang sangat mengandalkan pemasukan dari pajak ritel sangat membatasi kemampuan dukungan terhadap insentif tersebut dan berbagai dukungan keuangan lainnya,” katanya.