Menteri Kelautan dan Perikanan (MenKP), Sakti Wahyu Trenggono optimistis Indonesia dapat menghentikan impor garam industri pada tahun 2027. Untuk mewujudkan target tersebut, pemerintah telah menyiapkan sejumlah strategi, termasuk mengadopsi teknologi modern dan memanfaatkan potensi wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai pusat produksi garam berkualitas tinggi.
Trenggono menilai, NTT memiliki kondisi geografis dan iklim yang mendukung produksi garam industri.
“Kalau di Australia, dekat Darwin, produksinya mencapai 10 juta ton per tahun. Wilayah itu satu garis dengan NTT, jadi tidak ada masalah. Kita hanya perlu mengadopsi teknologi dari sana,” jelasnya saat ditemui usai acara IMFBF 2024: Blue Food Competent Authority Dialogue di Jakarta, Selasa (10/12/2024).
Dia mengungkapkan, pemerintah akan memulai pembangunan proyek garam industri di NTT, termasuk di daerah Sabu dan Malaka. Trenggono menyebut NTT sangat ideal untuk produksi garam karena memiliki musim panas yang panjang, hingga delapan bulan dalam setahun, yang memungkinkan tingkat produktivitas tinggi.
Adapun pembangunan proyek percontohan atau modeling garam ini, katanya, akan dijalankan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), salah satunya PT Garam, dengan kemungkinan melibatkan juga BUMN lain. Namun saat ini, rencana bisnis dan kebutuhan biaya proyek masih dalam proses finalisasi.
“(pembangunan) oleh pemerintah. Nanti kami sedang menyusun rencana bisnisnya, lalu kemudian kita sedang menyusun juga seberapa besar kebutuhan biayanya, kita akan lakukan itu, dan kemudian nanti ada BUMN yang menjalankan. (BUMN yang menggarap?) PT Garam salah satunya ya. Sama mungkin nanti BUMN baru, kita belum tahu. Tapi yang pasti sekarang sedang dalam proses,” ungkapnya.
Trenggono menyebut target swasembada garam industri tahun 2027 merupakan satu hal yang sangat realistis, selama pihaknya mendapatkan dukungan pendanaan yang siap. “Tapi saya sudah lapor kepada Bapak Presiden (Prabowo Subianto), Bapak Presiden mengatakan untuk segera dilakukan,” imbuh dia.
Salah satu tantangan dalam produksi garam industri adalah mencapai tingkat kemurnian (NACL) yang sesuai kebutuhan. Garam industri membutuhkan tingkat kemurnian minimal 97%, sementara produksi lokal saat ini masih di angka 95%. Trenggono memastikan teknologi yang digunakan akan memungkinkan Indonesia menghasilkan garam dengan kualitas setara Australia, yang dikenal memiliki standar tinggi.
“Industri itu minimal butuhnya 97 NACL-nya, kalau konsumsi di 95%. NACL 97% insyaAllah tahun depan kita mulai (bangun modeling garam),” kata Trenggono.
Meski optimistis, Trenggono menekankan pentingnya dukungan pendanaan untuk merealisasikan proyek ini. Namun, ia yakin dengan komitmen pemerintah, target swasembada garam industri pada 2027 dapat tercapai.
“Secara teknologi, ini mudah sekali. Lahannya juga sangat tersedia di NTT. Kalau kita bisa mengikuti model yang ada di Australia, maka kita pasti bisa mencapai target ini,” tegasnya.